Friday, June 10, 2011

PERAN DARI OPINI PUBLIK AMERIKA SERIKAT


Tugas SPAS kelompok 20:
1.      Devania Anesya          (070810535)
2.      Maya Faridha              (070810708)

gambar diambil dari sini

Disadari ataupun tidak media hingga detik ini masih dan mungkin akan terus menjadi penentu atau mungkin pencetus dari sebuah opini publik yang ada di masyarakat. Kita bisa melihat banyak fakta terkait hal ini. Media juga memiliki kemampuan membentuk opini publik dengan kepentingan yang ditanamkan dalam tiap tulisannya, misalnya dalam editorial, gaya pemberitaan, ataupun sisipan bias dalam artikel. Opini publik akan tecermin lewat media pula. Pembaca akan memberikan tanggapan melalui surat pembaca, tulisan mereka dalam kolom khusus opini, atau dalam hasil polling yang diadakan. Dari sini, pengambil kebijakan mendapatkan pengetahuan mengenai keinginan dan kehendak rakyatnya, dan itulah yang dijadikan pijakan bagi mereka untuk mengambil keputusan. Kita tentunya masih ingat bagaimana media dunia beberapa bulan yang lalu hampir disetiap pemberitaan menayangkan dan mencetak soal perang di Palestina. Seluruh negeri dipenjuru dunia pasti bisa melihat peristiwa serangan teroris di Gedung WTC amerika serikat beberpa tahun yang lalu. Semua membicarakan peristriwa ini.
Opini Publik juga menjadi hal yang sangat menentukan bagi Presiden Amerika Serikat (AS) untuk dapat menggolkan usulan kebijakannya di Kongres AS. Bagaimana tidak, usulan kebijakan yang diusung oleh Presiden AS agar dapat terealisasi haruslah mendapat persetujuan dari Kongres AS yang terdiri dari 535 anggota tersebut.
Patrick O'Heffernan dalam Mass Media and American Foreign Policy: Insider Perspective on Global Journalism and the Foreign Policy Process (Norwood, NJ.: Ablex Publishing Coprs., 1991) menyebutkan bahwa sebagai penyedia informasi yang relatif cepat dan akurat , media bisa menjadi sumber pertimbangan utama seorang aktor dalam mengarnbil kebijakan luar negeri, terutama di AS (Graber, 2000: 292 -303).
Michael Brecher mengembangkan model yang lebih detail mengenai kerangka kerja media dalam proses perumusan kebijakan dengan menyebut media sebagai "jaringan komunikasi dalam sistem politik yang memungkinkan aliran informasi tentang lingkungan operasional para elit" (Brecher, 1972: 183-207, dalam Naveh, 2006).
Beberapa perspektif menegaskan bahwa media sebagai bagian dari lingkungan internasional dapat memengaruhi kebijakan dan melihat televisi dan pers sebagai komponen sumber, dan variabel input yang menggerakkan proses pengambilan keputusan sebagaimana variabel lain seperti struktur power regional, kapabilitas ekonomi aktor lain, dan sebagainya. Pertama, media sebagai sumber input bagi pembuatan keputusan, dan kedua, media sebagai lingkungan yang harus disesuaikan dan dipertimbangkan pemimpin dalam membuat kebijakan karena berhubungan erat dengan opini publik. Pemimpin dan pembuat kebijakan luar negeri memang dipengaruhi media. Mereka memelajari berbagai peristiwa yang terjadi dalam sistem internasional dari pers, dan berbagai pesan yang masuk dari arena percaturan politik global melalui saluran komunikasi publik. Dalam tataran ini, media bertindak sebagai sumber, bagian dari lingkungan input proses perumusan kebijakan yang menyediakan informasi dan data bagi elit pemimpin.
Di AS sendiri, media memang memiliki potensi besar memengaruhi opini publik yang akhirnya menjadi input bagi presiden untuk merumuskan kebijakan luar negeri. Ini tidak lepas dari masyarakat AS sendiri yang menjadikan media, terutama televisi dan surat kabar,
sebagai gaya hidup dan kebutuhan. Ahli politik media Doris Graber menyatakan bahwa media merupakan sumber utama penduduk AS tentang semua hal yang terjadi di luar lingkungannya.
Dengan gencarnya kampanye perang News Corps ini, tidak mengherankan bila kemudian publik mulai percaya bahwa Irak memang memiliki senjata pemusnah masal dan memiliki keterkaitan langsung dengan jaringan teroris Al Qaeda. Sebuah studi berdasarkan
serangkaian jajak pendapat mengungkap bahwa sebelum invasi Irak dilaksanakan, warga telah memiliki persepsi yang keliru tentang Irak, dan ini membuat dukungan terhadap invasi meningkat (www.worldpublicopinion.org, 22 Februari 2007)
Dengan melihat data-data di bagian sebelumnya, terlihat bahwa News Corps, sebagai jaringan berita yang menjadi sumber berita utama sekitar satu per lima penduduk AS berhasil membentuk opini pembaca dan pemirsanya dengan menyodorkan berita -berita bahwa Irak memang memiliki senjata pemusnah masal, memiliki kaitan dengan jaringan teroris internasional Al Qaeda, dan bahwa rezim Saddam Husein memang pantas ditumbangkan dengan kekuatan militer. Dengan berita semacam ini, publik jadi terdorong untuk memberikan persetujuan kepada presiden mereka untuk menyerang Irak meski rencana ini ditentang keras Uni Eropa, negara -negara Asia dan Timur Tengah, bahkan PBB. Kasus ini menjadi contoh yang menarik untuk menjelaskan teori Naveh dan Berry bahwa media dapat memainkan peran aktif sekaligus pasif dalam pembuatan kebijakan luar negeri. News Corps, sebagai perusahaan media yang menjadi pendukung setia pemerintahan Bush dengan gencar melakukan kampanye mendukung perang, baik melalui editorial di majalah The Weekly Standard maupun pembawa acara di Fox News, dan di tajuk rencana koran -korannya yang tersebar di penjuru AS. Di sini, media menjadi pemain aktif. Sementara itu, berita mereka yang dijadikan sumber utama rakyat AS pada akhirnya mampu membentuk opini publik. Dalam hal ini, media memainkan peran pasif, yaitu hanya sebagai input bagi opini publik.


SOURCE:
-          www.pewglobal.org
-          World Public Opinion, "Misperceprtion, the Media, and the Iraq War", www.publicopinion.org , 22 Februari 2007.
-          Coplin, William D. 1992. Marsedes Marbun (Terj.) Pengantar Politik Internasional: Suatu Telaah Teoretis. Edisi Kedua. Bandung: Sinai' Baru.

No comments:

Post a Comment