KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas mata kuliah Sistem Hukum Indonesia ini dengan judul “Kasus Hukum Manohara Odelia Pinot”.
Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan makalah ini, yaitu diri saya dan diri saya sendiri lagi yang telah dianugerahi otak yang cerdas dan hati cemerlang oleh Allah SWT. Jika terdapat suatu perkataan yang kurang berkenan di hati pembaca, harap maklum, tak ada gading yang tak retak.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin.
Surabaya, 3 Juli 2009
Penulis yang Budiman
ARTIKEL KOMPAS, 10 JUNI 2009
MANOHARA LAPORKAN SULTAN KELANTAN
JAKARTA - Manohara Odelia Pinot, 17, akhirnya melaporkan delapan nama ke Bareskrim, Markas Besar (Mabes) Polisi Republik Indonesia (Polri), terkait kasus penganiayaan yang dialaminya saat berada di Kerajaan Kelantan, Malaysia. “Sudah dilaporkan ke polisi dan di BAP (Berita Acara Perkara), kami sudah melengkapi laporan yang kemarin,” jelas Hotman Paris Hutapea, salah satu anggota tim kuasa hukum Manohara, usai mendampingi Manohara menjalani pemeriksaan selama empat jam di Bareskrim, Mabes Polri, Jakarta Selatan, Selasa (9/6).
Diterangkan Hotman, selain Tengku Muhammad Fakhry suaminya, Manohara juga melaporkan Kapten Zakaria Shaleh, yang menculik Mano dari ibunya sepulang dari Jeddah; Sultan Ismail Petra Raja Kelantan, Ikhsan, dan M Soberi.
“Ada juga Azhari, bodyguard yang sempat memukul Mano di pesawat; Materah AB Ghani, dan Tengku Anis (Permaisuri-red),” papar Hotman.
Terdapat 11 pasal yang dikenakan terhadap Fakhry dan tujuh terlapor. “Total ancaman hukumannya 70 tahun. Kami akan tuntut sesuai pasal 285 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), tentang penganiayaan, penculikan, total hukuman 12 tahun. Atau pasal 333 tentang merampas kebebasan hak orang lain, bisa (hukuman) 11 tahun,” imbuh Hotman.
Untuk memperkuat pelaporan, Manohara pun langsung meluncur ke RS Cipto Mangunkusumo (RSCM) bersama penyidik Mabes Polri. “Kami akan langsung melakukan visum ke RSCM. Setelah visum kami harapkan pihak Kelantan ditetapkan sebagai tersangka,” tegas Hotman.
Menurut Hotman, visum yang dilakukan kali ini merupakan visum resmi yang dilakukan Manohara bersama penyidik Mabes Polri sesuai prosedur KUHAP. Berbeda dengan kepentingan visum yang dilakukan Manohara sebelumnya, dengan memanggil dokter ahli forensik Abdul Mun’im Idries.
“Visum seluruh tubuh termasuk jiwa dan hatinya. Bukti visum ini adalah bukti utama karena dilakukan secara bersama dengan penyidik Mabes. Saya yakin ini bisa jadi bukti utama,” imbuh Hotman.
Sementara itu, Manohara yang menjalani pemeriksaan oleh bagian Penganiayaan Perempuan dan Anak (PAA) menyatakan rasa senang telah menjalani proses pemeriksaan dengan lancar. “Senang akhirnya bisa berjalan. Semua Mano ikuti satu persatu,” aku Manohara.
Dengan adanya proses BAP ini, pihak Manohara akan meminta bantuan Polri untuk bekerja sama dengan Interpol. “Juga kerja sama dengan Kepolisian Diraja Malaysia untuk menyelesaikan masalah ini. Begitupun dengan Dubes Indonesia di Malaysia agar memfasilitasi,” tambah Warsito Sanyoto, juga salah satu kuasa hukum Manohara.
(Kompas, 10 Juni 2009)
Indonesia. Sebagaimana yang tersebut dalam empat asas berlakunya KUHP (asas territorial, asas nasional aktif, asas nasional pasif, dan asas universalitas. Jadi dalam kasus yang menimpa Manohara ini, yang bisa menangani perkara tersebut adalah Kepolisian Diraja Malaysia karena Tempat Kejadian Perkara ini adalah Malaysia.
ANALISIS DAN PEYIMPANGAN YANG TERJADI DALAM PENANGANAN KASUS HUKUM MANOHARA ODELIA PINOT
1. Delik atau Tindak Pidana yang dituduhkan oleh Manohara terhadap suaminya adalah pasal 285tentang Pemerkosaan[i] dengan hukuman maksimal 12 tahun, pasal 333 tentang Perampasan Hak Orang Lain [ii]dengan ancaman hukuman 8 tahun, pasal 351 tentang Penganiayaan[iii] dengan hukuman 2 tahun 8 bulan, pasal 328 tentang Penculikan[iv] dengan ancaman 12 tahun, pasal 331 tentang Menculik Anak Yang Belum Dewasa/ Menyembunyikan dengan ancaman 7 tahun. Ditambah lagi pasal 310 tentang Penghinaan[v] dengan ancaman 9 bulan, pasal 335 tentang Perbuatan Tidak menyenangkan[vi] dengan ancaman 1 tahun, dan pasal 44, 45, 46, tentang KDRT yang total hukumannya 18 tahun, serta pasal 378 tentang penipuan[vii] yang ancamannya 4 tahun. Total ancaman dari keseluruhan pasal sekitar 70 tahun. Masalahnya adalah dapatkah para Terlapor dijerat dengan hukuman kumulatif penjara selama 70 tahun? Dalam konferensi pers–setelah pemeriksaan Manohara sebagai saksi di Bareskrim Mabes Polri–Hotman Paris, Penasehat Hukum Manohara, menjelaskan bahwa ada beberapa pasal yang disangkakan kepada para Terlapor yang apabila dijumlahkan ancaman pidananya maka bisa dikenai hukuman penjara selama 70 tahun.
“Total ancaman hukumannya 70 tahun. Kami akan tuntut sesuai pasal 285 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), tentang penganiayaan, penculikan,perkosaan, total hukuman 12 tahun. Atau pasal 333 tentang merampas kebebasan hak orang lain, bisa (hukuman) 11 tahun,” kata Hotman.
Penjelasan Penasehat Hukum Manohara ini tidak sesuai dengan sistem hukum pidana di Indonesia yang tidak mengenal sistem hukuman pidana kumulatif. Tentang hal ini dijelaskan secara lengkap dalam KUHP Pasal 63 s/d 71 tentang Gabungan Delik (tindak pidana) sebagai berikut:
1) Dalam hal gabungan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan, yang diancam dengan pidana pokok yang sejenis, maka dijatuhkan hanya satu pidana.
2) Maksimum pidana yang dijatuhkan ialah jumlah maksimum pidana yang diancamkan terhadap perbuatan itu, tetapi tidak boleh lebih dari maksimum pidana yang terberat ditambah sepertiga.
Lain halnya dengan sistem hukum pidana di Amerikat Serikat yang menganut sistem pemberian pidana kumulatif sehingga pernah ada seseorang yang divonis dengan hukuman penjara selama lebih dari 100 tahun karena telah melakukan beberapa tindak pidana.
2. Locus Delicti atau Tempat Kejadian Perkara (TKP).
Tempat Kejadian Perkara yang dituduhkan oleh Manohara adalah di Negara Malaysia, yang berada di luar jurisdiksi hukum nasional dan aparat kepolisian Kepolisian Indonesia hanya dapat melakukan penyidikan terhadap tindak pidana yang dilakukan di wilayah hukum negara Indonesia termasuk Kedutaan Besar RI di luar negeri, di atas kapal berbendera Indonesia, atau terhadap tindak pidana yang dianggap mengancam kedaulatan negara yang dilakukan di luar negeri.
Namun pada kenyataannya Penyidik Polri Indonesia mengabaikan ketentuan pasal 2 KUHP yang berbunyi:
"Ketentuan Pidana dalam perundang-undangan Indonesia berlaku bagi setiap orang yang melakukan delik di indonesia".
Sudah jelas disebutkan bahwa tindak pidana yang bisa dijerat dengan hukum Indonesia adalah tindak pidana yang dilakukan oleh setiap orang dan Tempat Kejadian Perkara (TKP)-nya adalah di Indonesia. Pengecualian terhadap ketentuan pasal 2 KUHP ini adalah terhadap tindak pidana yang merugikan atau mengancam keamanan negara yang dilakukan di luar Indonesia. Polri sudah sepatutnya menolak laporan kasus tersebut karena hanya Kepolisian Diraja Malaysia yang berwenang menangani kasus tersebut.
1. Dapatkah Manohara meminta visum kepada Dokter Forensik?
Secara harafiah visum et repertum adalah apa yang dilihat dan apa yang diketemukan. Tetapi pengertian peristilahan adalah keterangan dokter tentang apa yang dilihat dan apa yang diketemukan dalam melakukan pemeriksaan terhadap seseorang yang luka atau meninggal dunia (mayat).
· Prosedur permintaan visum ini, sebagai berikut: Permohonan harus dilakukan secara tertulis, oleh pihak-pihak yang diperkenankan untuk itu. Alasannya karena permohonan visum ini berdimensi hukum, artinya dokter tidak boleh dengan serta merta melakukan pemeriksaan terhadap seseorang yang luka, yang terganggu kesehatannya atau pun seseorang yang mati karena tindak pidana atau tersangka sebagai korban tindak pidana.
· Permohonan ini harus diserahkan oleh penyidik bersamaan dengan korban, tersangka, dan juga barang bukti kepada dokter ahli kedokteran kehakiman. Agar dapat menyimpulkan hasil pemeriksaannya, dokter juga tidak dapat melepaskan diri dari dengan yang lain. Artinya peranan alat bukti yang lain selain korban mutlak diperlukan.
· Pihak-pihak yang berwenang meminta bantuan ahli kedokteran kehakiman dalam kaitannya dengan persoalan hukum yang hanya dapat dipecahkan dengan bantuan ilmu kedokteran kehakiman :
1) Hakim pidana, melalui jaksa dan dilaksanakan oleh penyidik;
2) Hakim perdata, meminta langsung kepada ahli kedokteran;
3) Hakim pada Pengadilan Agama;
4) Jaksa penuntut umum;
5) Penyidik
Pemeriksaan fisik oleh Dr Mun'im Idris merupakan "pemeriksaan fisik biasa" bukan visum (hal tersebut sesuai dengan pernyataan Dr. Mun’im Idris sendiri). Karena visum baru bisa dilakukan atas permintaan terulis dari penyidik, jaksa, atau hakim. Tidak ada yang salah atas pernyataan tersebut. Yang sangat berlebihan adalah ekspose perincian perbuatan pidana yang dituduhkan terhadap suami Manohara yang beberapa tindakannya sudah termasuk dalam tindak pidana kesusilaan. Dalam Pasal 153 ayat 2 KUHAP diatur bahwa:
"Untuk keperluan pemeriksaan, hakim ketua sidang membuka sidang dan menyatakan terbuka untuk umum KECUALI dalam perkara mengenai KESUSILAAN atau terdakwanya anak-anak".
Tujuan pasal 153 ayat 2 ini tentunya untuk melindungi hak-hak dan martabat para pihak yang terkait. Baik terdakwa maupun saksi korban dalam kasus yang mengandung unsur kesusilaan karena mungkin keterangan-keterangan yang diungkapkan dalam persidangan bisa menimbulkan "malu" bagi mereka, serta untuk menghormati hak-hak korban karena kasus yang mengandung unsur tindak pidana keusilaan sudah memasuki "wilayah" yang sangat pribadi dari diri korban.
Namun, dalam keterangan persnya tindakan-tindakan asusila yang dialami oleh Manohara itu dijelaskan secara jelas dan gamblang serta dilengkapi dengan "bahasa tubuh" yang seakan-akan menjelaskan bagaimana tindakan asusila tersebut dilakukan.
1. Peran Pengacara/Advokat Indonesia yang mendampingi Manohara dan keluarga. Berdasarkan uraian singkat di atas dijelaskan bahwa Tindak Pidana yang dituduhkan adalah dilakukan di Malaysia dan yang berwenang untuk menangani perkaranya adalah Kepolisian Malaysia. Jadi dalam hal ini tugas/fungsi Pengacara/Advokat hanyalah sebatas memberikan nasihat-nasihat hukum yang berguna bagi Manohara sesuai/berdasarkan peraturan hukum yang berlaku, tidak lebih daripada itu.
2. Bisakah Manohara pemperkarakan kasus ini ke Mahkamah Internasional
(International Court Of Justice) di Jenewa Swiss?
(International Court Of Justice) di Jenewa Swiss?
Dalam beberapa press conference jelas-jelas Manohara, Ibunya, dan pengacaranya menyatakan mengancam akan memperkarakan kasus ini ke Mahkamah Internasional di Jenewa Swiss apabila Kepolisian Indonesia dan Kepolisian Malaysia tidak menanggapi secara serius kasus yang menimpa Manohara tersebut.
Yang menjadi pertanyaan sekarang adalah, bisakah Manohara memperkarakan kasus tersebut ke Mahkamah Internasional?
Mahkamah Internasional adalah peradilan untuk negara seperti yang telah disebutkan dalam Pasal 34 ayat 1 Statuta Mahkamah yang menyatakan bahwa:
“Only states may be parties in cases before the Court.”
Dengan demikian berarti bahwa perseorangan, badan hukum, serta organisasi internasional pada umumnya tidak dapat menjadi pihak untuk berperkara di muka Mahkamah Internasional.
Untuk organisasi internasional adalah suatu perkecualian , berdasarkan advisory opinion tanggal 11 April 1949 Mahkamah Internasional menyatakan bahwa Perserikatan Bangsa-Bangsa dipandang sebagai person yang mampu untuk mengadakan klaim atau gugatan terhadap negara. Hal itu adalah satu-satunya perkecualian dari prinsip bahwa organisasi internasional pada umumnya tidak dapat atau tidak diberi hak untuk menjadi pihak dalam perkara kontradiktor.
Jadi dalam hal ini sudah jelas bahwa Manohara adalah seorang individu perorangan dan berarti tidak bisa mengajukan perkara ke Mahkamah Internasional. Mahkamah Internasional hanya biasa menerima kasus tersebut apabila kepentingan Manohara tersebut diwakili oleh Negara Indonesia dan yang menjadi pihak yang diperkarakan yaitu Suaminya Manohara diwakili oleh Negara Malaysia, seperti yang dilakukan oleh Libya yang memperkarakan Amerika Serikat, Inggris, dan Skotlandia ketika membela kepentingan Warga negaranya yang dituduh terlibat dalam peristiwa jatuhnya pesawat Pan Am di Skotlandia yang terkenal sebagai kasus Lockerbie. Namun, yang menjadi pertanyaan selanjutnya adalah, apakah kasus Manohara ini sudah 'pantas' untuk dibela mati-matian oleh Pemerintah Indonesia seperti yang dilakukan oleh Pemerintah Libya tersebut?
1. Status kewarganegaraan Manohara dalam kaitannya dengan masalah perlindungan terhadap WNI di luar negeri.
Dalam beberapa kali press conference, Manohara menyatakan kekecewaannya terhadap Kedutaan Besar Indonesia di Malaysia dan Singapura yang dianggap tidak "melindungi" dirinya yang merupakan WNI.
Terhadap hal ini perlu diperjelas status kewarganegaraan Manohara. Apakah masih WNI atau telah menjadi Warga Negara Malaysia mengingat dia telah menikah dengan Warga Negara Malaysia. Berarti Manohara telah melanggar Undang-Undang Kewarganegaraan Indonesia karena Indonesia tidak menganut Dwi Kewarganegaraan atau kewarganegaraan ganda.
Dalam Pasal 23 h Undang-Undang No 12 tahun 2006[i] tentang Kewarganegaraan diatur bahwa apabila seseorang WNI mempunyai paspor atau surat yang bersifat paspor dari negara asing atau surat yang dapat diartikan sebagai tanda kewarganegaraan yang masih berlaku di negara lain atas namanya, maka WNI tersebut dapat kehilangan kewarganegaraannya.
SIMPULAN DAN SARAN:
1. Manohara tidak dapat melakukan tuntutan kumulatif menurut Undang-Undang yang berlaku di Indonesia.
2. Kasus tersebut 'tidak bisa' diperkarakan di Mahkamah Internasional.
3. Manohara sebaiknya melaporkan kasus tersebut ke Kepolisian Malaysia karena hanya Kepolisian Malaysia yang berwenang menangani kasus tersebut.
4. Apabila dalam menyampaikan laporan kepada Kepolisian Malaysia tersebut Manohara merasa perlu didampingi oleh penasehat Hukum, maka yang dapat mendampinginya adalah Pengacara/Advokat yang memliki Izin Praktek di Malaysia.
5. Perlu ditelusuri lebih lanjut tentang status kewargenagaran Manohara berdasarkan Undang-Undang Kewarganegaraan Indonesia dan peraturan serupa di Malaysia.
Warga Negara Indonesia kehilangan kewarganegaraannya jika yang bersangkutan:
a. memperoleh kewarganegaraan lain atas kemauannya sendiri;
b. tidak menolak atau tidak melepaskan kewarganegaraan lain, sedangkan orang yang bersangkutan mendapat kesempatan untuk itu;
c. dinyatakan hilang kewarganegaraannya oleh Presiden atas permohonannya sendiri, yang bersangkutan sudah berusia 18 (delapan belas) tahun, bertempat tinggal di luar negeri, dan dengan dinyatakan hilang Kewarganegaraan Republik Indonesia tidak menjadi tanpa kewarganegaraan;
d. masuk dalam dinas tentara asing tanpa izin terlebih dahulu dari Presiden;
e. secara sukarela masuk dalam dinas negara asing, yang jabatan dalam dinas semacam itu di Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan hanya dapat dijabat oleh Warga Negara Indonesia;
f. secara sukarela mengangkat sumpah atau menyatakan janji setia kepada negara asing atau bagian dari negara asing tersebut;
g. tidak diwajibkan tetapi turut serta dalam pemilihan sesuatu yang bersifat ketatanegaraan untuk suatu negara asing;
h. mempunyai paspor atau surat yang bersifat paspor dari negara asing atau surat yang dapat diartikan sebagai tanda kewarganegaraan yang masih berlaku dari negara lain atas namanya; atau
i. bertempat tinggal di luar wilayah negara Republik Indonesia selama 5 (lima) tahun terus-menerus bukan dalam rangka dinas negara, tanpa alasan yang sah dan dengan sengaja tidak menyatakan keinginannya untuk tetap menjadi Warga Negara Indonesia sebelum jangka waktu 5 (lima) tahun itu berakhir, dan setiap 5 (lima) tahun berikutnya yang bersangkutan tidak mengajukan pernyataan ingin tetap menjadi Warga Negara Indonesia kepada Perwakilan Republik Indonesia yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal yang bersangkutan padahal Perwakilan Republik Indonesia tersebut telah memberitahukan secara tertulis kepada yang bersangkutan, sepanjang yang bersangkutan tidak menjadi tanpa kewarganegaraan.
OPINI
Menurut saya penanganan hukum terhadap kasus Manohara Odelia Pinot akan menemui banyak kesulitan dalam penyelesaiannya sebab kasus tersebut terjadi di luar daerah territorial Indonesia ditambah dengan kewarganegaraan ganda Manohara.
Sebagaimana kita ketahui tugas utama KBRI di luar negeri adalah melindungi WNI yang berada di luar negeri sebagai TKI, pelajar/mahasiswa, turis, dan lain-lain status di mana WNI tersebut tidak tunduk atau terikat dalam hukum privat negara tersebut.
Sedangkan Manohara adalah WNI yang telah menikah dengan Warga Negara Malaysia. Pernikahannya pun dilakukan di Malaysia. Tentunya dia terikat dengan Hukum Perkawinan Malaysia dan Hukum Kewarganegaraan di Malaysia.
Apalagi fakta menyebutkan bahwa ternyata Manohara memiliki dua kewarganegaraan yaitu WNI dan Amerika Serikat (dan mungkin juga warga negara Malaysia apabila ternyata Undang-Undang Kewarganegaraan dan Undang-Undang perkawinan Malaysia mengaturnya). Berarti Manohara telah melanggar Undang-Undang Kewarganegaraan Indonesia karena Indonesia tidak menganut Dwi Kewarganegaraan atau kewarganegaraan ganda.
Sekian dan begitulah….
SOURCE:
- www.detik.com
- www.kompas.com
- www.tempointeraktif.com
- Harian Kompas, 10 Juni 2009
ENDNOTES:
[1] Pasal 285 berbunyi:
Barang siapa dengan kekerasan atau dengan ancaman kekerasan memaksa seorang wanita yang bukan istrinya bersetubuh dengan dia, diancam karena melakukan perkosaan dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun. (Sebagai catatan: Manohara mengaku pernah disetubuhi oleh Pangeran Kelantan secara paksa sebelum menikah)
[1] Pasal 333 berbunyi:
1. Barang siapa dengan sengaja dan dengan melawan hukum merampas kemerdekaan seseorang, atau meneruskan perampasan kemerdekaan yang demikian, diancam dengan pidana penjara paling lama delapan tahun.
2. Jika perbuatan itu mengakibatkan luka-luka berat, maka yang bersalah diancam dengan pidana paling lama sembilan tahun.
3. Jika perbuatan itu mengakibatkan kematian, maka yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun
4. Pidana yang ditentukan dalam pasal ini dijatuhkan juga kepada orang yang dengan sengaja dan dengan melawan hukum memberi tempat untuk perampasan kemerdekaan.
[1] Pasal 351 berbunyi:
1. Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah
2. Jika perbuatan itu ,mengakibatkan luka berat, maka yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.
3. Jika perbuatan itu mengakibatkan kematian, maka yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
4. Dengan sengaja merusak kesehatan orang disamakan dengan penganiayaan.
5. Percobaan untuk melakukan nkejahatan ini tidak dipidana.
[1] Pasal 328 berbunyi:
Barang siapa membawa pergi seseorang dari tempat kediamannya atau tempat tinggal sementaranya dengan maksud untuk menempatkan orang itu secara melawan hukum di bawah kekuasaannya atau kekuasaan orang lain, atau untuk menyesengsarakan orang itu, diancam karena penculikan dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.
[1] Pasal 310 berbunyi:
1. Barang siapa dengan sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan suatu hal, dengan maksud yang jelas agar hal itu diketahui umum, diancam karena pencemaran dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
2. Jika hal itu dilakukan dengan tulisan atau gambar yang disiarkan, dipertunjukkan atau ditempelkan di muka umum, maka diancam karena pencemran tertulis dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
3. Tidak merupakan pencemaran atau pencemaran tertulis, bila perbuatan itu jelas dilakukan demi kepentingan umum atau karena terpaksa untuk membela diri.
[1] Pasal 335 berbunyi:
1. Diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun atau denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah:
1) Barang siapa secara melawan hukum memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu, dengan kekerasan, dengan suatu perbuatan lain atau dengan perlakuan yang tak menyenangkan, atau dengan ancaman kekerasan, dengan ancaman perbuatan lain atau dengan ancaman perlakuan yang tidak menyenangkan, baik terhadap orang itu sendiri maupun orang lain;
2) Barang siapa memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan, atau membiarkan sesuatu dengan ancaman pencemaran tertulis.
2. Dalam hal yang dimaksud dalam nomor 2, kejahatan itu dituntut hanya atas pengaduan orang yang terkena kejahatan itu.
[1] Pasal 378 berbunyi:
Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, membujuk orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi utang atau menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
[1] Pasal 23 berbunyi:
Warga Negara Indonesia kehilangan kewarganegaraannya jika yang bersangkutan:
a. memperoleh kewarganegaraan lain atas kemauannya sendiri;
b. tidak menolak atau tidak melepaskan kewarganegaraan lain, sedangkan orang yang bersangkutan mendapat kesempatan untuk itu;
c. dinyatakan hilang kewarganegaraannya oleh Presiden atas permohonannya sendiri, yang bersangkutan sudah berusia 18 (delapan belas) tahun, bertempat tinggal di luar negeri, dan dengan dinyatakan hilang Kewarganegaraan Republik Indonesia tidak menjadi tanpa kewarganegaraan;
d. masuk dalam dinas tentara asing tanpa izin terlebih dahulu dari Presiden;
e. secara sukarela masuk dalam dinas negara asing, yang jabatan dalam dinas semacam itu di Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan hanya dapat dijabat oleh Warga Negara Indonesia;
f. secara sukarela mengangkat sumpah atau menyatakan janji setia kepada negara asing atau bagian dari negara asing tersebut;
g. tidak diwajibkan tetapi turut serta dalam pemilihan sesuatu yang bersifat ketatanegaraan untuk suatu negara asing;
h. mempunyai paspor atau surat yang bersifat paspor dari negara asing atau surat yang dapat diartikan sebagai tanda kewarganegaraan yang masih berlaku dari negara lain atas namanya; atau
i. bertempat tinggal di luar wilayah negara Republik Indonesia selama 5 (lima) tahun terus-menerus bukan dalam rangka dinas negara, tanpa alasan yang sah dan dengan sengaja tidak menyatakan keinginannya untuk tetap menjadi Warga Negara Indonesia sebelum jangka waktu 5 (lima) tahun itu berakhir, dan setiap 5 (lima) tahun berikutnya yang bersangkutan tidak mengajukan pernyataan ingin tetap menjadi Warga Negara Indonesia kepada Perwakilan Republik Indonesia yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal yang bersangkutan padahal Perwakilan Republik Indonesia tersebut telah memberitahukan secara tertulis kepada yang bersangkutan, sepanjang yang bersangkutan tidak menjadi tanpa kewarganegaraan.
No comments:
Post a Comment