Thursday, June 23, 2011

DIPLOMASI PREVENTIF



Diplomasi preventif didefinisikan sebagai sebuah langkah metode resolusi perselisihan secara damai seperti yang disebutkan dalam Artikel 33 piagam PBB yang diterapkan sebelum perselisihan melewati ambang batas untuk memicu konflik. Dan perlu diketahui ada beberapa prinsip fundamental hukum internasioonal mengenai diplomasi preventif ini:
1.        Larangan menggunakan kekerasan (atikel 2(4) dalam piagam PBB)
2.      Penyelesaian perselisihan secara damai (artikel 2(3) dalam piagam PBB)
Dalam Agenda of Peace (1992) sekretaris jenderal Marrack goulding mengatakan bahwa “diplomasi preventif membutuhkan ukuran untuk menciptakan kepercayadirian sebab diplomasi ini menawarkan peringatan lebih dini berdasarkan informasi yang dikumpulkan serta fakta formal dan informal yang ditemukan, juga melibatkan penyebaran preventif, dan dalam beberapa situasi, zona-zona demiliterisasi”.  Selain itu aktor-aktor yang secara aktif berperan dalam diplomasi preventif  kini semakin beragam. Tak hanya PBB saja tetapi juga organisasi regional, pemerintah, NGO, media masa, bahkan aktor individu. Dan peran mereka kini semakin menjadi esensial seiring dengan berjalannya waktu.
            Namun diplomasi ini tidak selalu berhasil dijalankan (seperti yang terjadi pada konflik di bosnia). Sebab dalam diplomasi preventif  dibutuhkan hadirnya pihak ketiga yang turut campur tangan dalam penyelesaian konflik antar state (misalnya PBB) sementara negara-negara tersebut seringkali merasa bahwa tidak perlu ada pihak ketiga yang mencampuri urusan internal mereka jika situasi masih belum dalam taraf yang ‘mengerikan’.
DIPLOMASI SECURITY
            Peace of Westphalia dapat dikataakan sebagai diplomasi security pertama di dunia sebab Westphalia merupakan kelahiran dari konsep nation state yang mengakhiri perang 30 tahun di mana BeberAPA elemen yang masih bertahan di modern sistem saat ini adalah:
1.        Non interference dalam urusan dalam negeri negara lain
2.      Konsep diplomatic immunity
3.       Hanya pengakuan state-lah (bukan lagi Gereja) yang dapat melakukan control politik.
Keamanan sangat dibutuhkan oleh suatu negara, terlebih ketika kompleksitas semakin meningkat saat ini. Misalnya dengan munculnya masalah security kontemporer saat ini seperti tidak adanya national boundaries, ancaman-ancaman tak terduga dalam level global, regional, dan national,  serta ancaman-ancaman lainnya seperti yang disebutkan dalam UNHCP Report sebagai six clusters of threats:
1.        Ancaman ekonomi dan social, termasuk kemiskinan, wabah penyakit dan degradasi lingkungan. Perlu kita ketahui sebelumnya bahwa elemen-elemen dari security adalah energy, environment dan survival.
2.      Konflik inter-state
3.       Konflik internal, termasuk civil war,genocide dan semacamnya dalam sekala besar atrokas
4.      Senjata Nuklir, radiologi, kimia dan biologi yang berkembang saat ini
5.      Terorisme
6.      Kejahatan organisasi transnasional
Dalam menjalankan diplomasi security dapat menggunakan dua alterative. Pertama melalui hard power dengan cara menyediakan alat-alat militer guna menjaga keamanan dan yang kedua melalui soft power yakni dengan cara menyediakan keamanan melalui nilai-nilai. Misalnya dalam maslah terorisme, menurut Dr Milan Jazbez, penggunaan hard power saja dalam penyelesaian terorisme saat ini jelas tidak membuahkan hasil yang signifikan. Kita masih menemui maslah terorisme sebagai sebuah matriks global yang menjadi masalah permanen. Oleh karena itu, penggunaan soft power dalam diplomasi security Ada baiknya turut dijalankan dengan cara mengenali siapa, darimana, dan bagaimana caranya membuat perjanjian dengan mereka (terorisme).
Tujuan dari diplomasi security adalah bagaimana caranya memenuhi kebutuhan social, lingkungan, kesehatan, pendidikan, pekerja, intelektual, emosional, dan lain sebagainya. Dan dalam perjalanan ke depannya. Diplomasi ini memunculkan beberapa key player selain states, seperti organisasi internasional, aktor non-state, dan jaringan-jaringan security semacamnya.
Berikut beberapa bentuk penyediaan security dalam beberapa abad:
1.        Balance of power (hingga akhir WWI)
2.      Collective security (LBB dan PBB)
3.       Collective defense (NATO)
DIPLOMASI HUMAN RIGHT
            Diplomasi human right
PERAN PBB
Berikut adalah peran PBB dan aktivitas departemennya, agensi, dan program-programnya:
1.        Aksi political
2.      Operasi peacekeeping
3.       Disarmament
4.      Human right action
5.      Developmental assistance
6.      Humanitarian acion
7.      Informasi public dan media
8.      Persamaan gender
9.      Drug and crime prevention
ANALISIS
Berdasarkan dari jurnal-jurnal saya download melalui browsing, saya meganalisis Bahwa diplomasi prevantif merupakan diplomasi yang paling desirable dan efisien sebab diplomasi ini menawarkan penurunan ketegangan sebelum konflik terjadi – dan seandainya konflik telah merebak, masalah tersebut akan relative terselesaikan dengan cepat secara damai dan tepat pada penyebabnya. Sebab diplomasi ini kadang diselesaikan oleh Sekretaris Jenderal PBB secara personal atau melalui staf senior atau agen agen dan program khusus, yang diatur oleh security council atau general assembly dan bisa juga organisasi regional yang bekerjasama dengan PBB. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Marrack goulding selaku Sekretaris Jenderal PBB dalam Agenda of Peace yang dihelat pada tahun 1992 serta menteri keamana Wiliiam Perry dalam pidatonya di Aspen Insitute Conference.

Source:
Igarashi,masahiro.2005.Preventive diplomacy and conflict resolution.SI
Jazbec,Milan.2006.Diplomacy and Security after the end of the cold war: the change of the paradigm.SI


No comments:

Post a Comment