Sunday, February 26, 2012

PENDEKATAN LIBERALISME, MARXISME, DAN NASIONALISME DALAM EKONOMI POLITIK INTERNASIONAL


Devania Annesya/  070810535
devania.annesya@gmail.com

Fauzi Rochmad R./ 070810540
fa_love_yach@rocketmail.com
Ayu N. P. P/
070810709
cuppymarucha@yahoo.com

Rolando Virgin/ 070810528
virgin_mboys@yahoo.co.id

Rosa Longi Folia/ 070810518
thecutebones@yahoo.com

Zuhair Zubaidi






Ada tiga aliran besar dalam Ekonomi Politik Internasional, sebagaimana dikemukakan oleh Gilpin (1991) dalam Three Ideologies of Political Economy ), yaitu liberalisme, Marxisme, dan nasionalisme yang bisa disebut merkantilisme atau realisme ekonomi. Liberalisme ekonomi, yang mengacu terutama pada pemikiran Adam Smith, memandang perekonomian harus dipisahkan dari kepentingan politik. Tindakan-tindakan ekonomi tidak seharusnya dipengaruhi oleh pertimbangan-pertimbangan politik. Dengan demikian dapat dihasilkan barang dan jasa dalam tingkat harga yang kompetitif. Pemikiran adanya suatu the invisible hand jelas mempengaruhi aliran ini. Dengan sendirinya, pelaku-pelaku ekonomi bukanlah negara, melainkan individu dalam bentuk perusahaan swasta. Perkembangan di belahan dunia barat menunjukkan dianutnya secara kuat pemikiran ekonomi liberal setidaknya sejak abad ke - 18 setelah diterbitkannya ‘The Wealth of Nations’ oleh Adam Smith. Aliran ini bertahan selama sekitar dua abad, sebelum terjadinya Great Depression pada tahun 1930an dimana terjadi inflasi yang sekaligus diikuti dengan resesi. Kondisi ini dipandang tak mungkin oleh kaum ekonomi liberal karena ‘the invisible hand’ akan mengatur perilaku pelaku - pelaku ekonomi sehingga perekonomian akan kembali berjalan. Ketika itu kaum liberalis klasik merekomendasikan agar kondisi ini dibiarkan saja karena pasti akan terjadi keseimbangan melalui mekanisme supply-demand-harga.
Baik liberalisme maupun marxisme menggunakan teori yang dualistis mengenai ekonomi dunia. Dua pendekatan tersebut memandang evolusi ekonomi dunia sebagai difusi proses pembangunan ekonomi, dari ekonomi maju ke ekonomi tradisional. Ekonomi yang kurang berkembang dimasukkan ke dalam ekonomi dunia yang meluas dan di transformasikan dari ekonomi tradisional ke ekonomi modern melalui arus perdagangan, teknologi dan investasi. Namun, liberalisme percaya, bahwa proses ini harmonis, sedangkan Marxisme beranggapan proses ini akan diiringi oleh konflik dan eksploitasi
            Perspektif yang pertama adalah perspektif liberal. Menurut perspektif ini, ekonomi dunia adalah faktor-faktor yang dapat menguntungkan pada pembangunan ekonomi interdependensi dan keterkaitan ekonomi maju yang kurang berkembang cenderung berpihak pada masyarakat yang kurang berkembang. Melalui perdagangan, bantuan internasional dan penanaman modal asing, ekonomi kurang berkembang mendapatkan pasar ekspor, modal dan teknologi yang diperlukan untuk pembangunan ekonomi. Perspektif ini berasumsi bahwa faktor terpenting yang mempengaruhi pembangunan ekonomi adalah organisasi ekonomi domestik yang efisien. Aliran liberalism menganggap bahwa ekonomi dunia yang interdependen berdasarkan perdagangan bebas, spesialisasi dan divisi tenaga kerja internasional mendorong pembangunan-pembangunan domestik. Perdagangan dapat menjadi “mesin pertumbuhan” dan negara kurang berkembang mendapat modal, teknologi dan masuk ke dalam pasar dunia. Ini merupakan hubungan saling menguntungkan, karena negara – negara maju dapat menghasilkan bahan mentah yang lebih murah dan saluran bagi modal dan barang jadi mereka. Namun, bagi negara kurang berkembang, terutama yang mempunyai pasar lebih kecil, membuka hubungan perdagangan dengan negara maju dipercaya akan lebih menguntungkan mereka. Bahkan, apabila faktor – faktor produksi mengalir dari daerah tempat didapatkan keuntungan tertinggi, maka negara kurang berkembang yang mempunyai surplus tenaga kerja dan devisit “savings” dapat memperoleh pemasukan modal asing yang mempercepat pertumbuhan mereka (Ikbar: 2006).
            Konsep pertumbuhan ekonomi yang menganggap bahwa banyak faktor yang diperlukan agar pembangunan ekonomi terdifusi dari inti (core) ekonomi dunia yang maju ke negara kurang berkembang di pinggiran (periphery). Laju dan arah dari pengaruh penyebaran ini tergantung ari beberapa faktor, antara lain:
1.      Perpindahan internasional dari faktor-faktor ekonomi (modal, tenaga kerja, pengetahuan)
2.      Volume, persyaratan dan komposisi dari perdagangan pihak asing
3.      Mekanisasi dari sistem moneter internasional
Meskipun liberalisme sadar bahwa kemajuan ekonomi tidak seragam (baik pada ekonomi domestic maupun ekonomi internasional), mereka percaya bahwa dalam jangka panjang, operasi kekuatan pasar mengarah pada persamaan tingkat ekonomi, upah riil, dan harga – harga di antara negara-negara dan kawasan.
            Beberapa tokoh yang menganut perspektif liberalisme adalah Adam Smith dan Arthur Lewis. Seperti yang dikatakan oleh Arthur Lewis, ekonomi manapun dapat berkembang apabila memiliki tiga rumusan sederhana: curah hujan yang mencukupi, sistem pendidikan sekunder, dan pemerintah yang berpikiran sehat (Gilpin: 1987). Dari sana dapat disimpulkan bahwa, apa yang diasumsikan oleh liberalisme mengenai kunci pembangunan ekonomi, adala kapasitas ekonomi untuk mentransformasikan dirinya sebagai respons terhadap kondisi yang berubah. Kegagalan negara yang kurang berkembang dalam menyesuaikan diri terhadap harga yang berubah dan terhadap kesempatan ekonomi berakar dari sistem politik dan sistem sosial mereka, bukan karena operasi sistem pasar internasional sebagaimana yang terjadi pada pasar bebas. Sedangkan pendapat dari Adam Smith dalam The Wealth of Nations: mengapa masyarakat tertentu dapat mengatasi halangan pembangunan, mentransformasikan diri mereka menjadi kaya melalui adaptasi terhadap kondisi ekonomi yang berubah. Jawabannya adalah, bahwa masyarakat yang berhasil ini telah membiarkan pasar untuk berkembang tanpa adanya campur tangan politik (Gilpin: 1987. 267-etc).
            Secara singkat dapat dijelaskan, bahwa karena tidak adanya ide-ide teori yang diterima secara umum, maka debat di antara liberalis mengenai pembangunan ekonomi difokuskan pada pilihan yang strategis dan jalan alternatif menuju pembangunan ekonomi, yaitu kebulatan tekad dari kebijakan ekonomi dalam mencapai ekonomi pasar yang efisien. Perspektif ini meyakini bahwa penyebab utama dari kemlaratan internasional adalah kurang terintegrasinya negara kurag berkembang ke dalam ekonomi dunia, dan kebijakan irasional negara yang menghambat pembangunan pasar yang berfungsi baik. Kekurangan dari perspektif ini adalah teori liberal cenderung mengabaikan kerangka kerja politik (faktor non ekonomi) yang sesungguhnya dalam mekanisme pembangunan ekonomi  pasti terjadi secara multidimensi atau interdisipliner, yaitu tidak dapat memisahkannya dari faktor politik.
            Praktek liberalisme ekonomi yang berlebihan, terutama di masa revolusi industri, telah melahirkan kritik yang berakar dari pemikiran Marxisme. Aliran ini memandang bahwa alat-alat produksi tidak seharusnya dikontrol oleh kaum kapitalis borjuis, tapi oleh kaum buruh proletar. Dengan pengambilalihan control alat produksi ini, tidak terjadi eksploitasi buruh oleh kaum kapitalis. Bagi kaum Marxisme, perdagangan internasional adalah suatu aktivitas dimana terjadi eksploitasi negara-negara periphery oleh negara (atau negara-negara core). Hegemon dipandang sebagai musuh besar imperialisme ekonomi. Akibatnya, pengikut aliran ini merekomendasikan pemutusan hubungan ekonomi dengan negara - negara core atau setidaknya membatasinya secar signifikan. Liberalisasi ekonomi bukanlah satu-satunya jalan yang dapat ditempuh negara dalam penanganan masalah ekonominya. Marxisme pertama muncul karena teori dari Karl Marx yang berakar dari pengalamannya pribadi semasa revolosi industri Eropa, yang kemudian dituliskan dalam bukunya, Capital : a Critique of Political Economy. Marx menggunakan labor theory of value dimana menurutnya terjadi gap besar - besaran bahwa kaum borjuis tidak menggaji para buruh sesuai dengan waktu yang telah digunakan oleh para buruh untuk memproduksi barang yang diinginkan. Marxis juga meyakini bahwa orang-orang cenderung hanya mementingkan komoditi tanpa memperdulikan hubungan sosial yang terjadi antara para buruh dan kaum kapitalis itu sendiri.
            Perspektif Marxisme ini dibangun oleh teoritikus pembangunan ekonomi barat pertama dan terkemuka khususnya terhadap kapitalisme yaitu Marx dan Engels. Marx memandang kapitalisme sebagai dinamika dunia dan proses ekonomi yang meluas. Marx memiliki keyakinan bahwa hal itu kelak akan meliputi seluruh dunia melalui ekspansi imperialis dan meletakkan seluruh masyarakat di bawah model produksi komoditas yang dirancang sesuai dengan kapitalisme dengan misi untuk membangun kekuatan-kekuatan produksi di seluruh dunia. Berbeda dengan Marx, Lenin membawa pandangan Marxist Klasik lebih jauh ke dalam bentuk paradoks sebagai tanda ketidaksetujuannya dengan imperialis kapitalis. Lenin juga menganggap kolonialisme dan neo-kolonialisme sebagai kekuatan yang progresif dan perlu untuk memodernisasi negara-negara terbelakang.
Perspektif yang ketiga adalah nasionalisme atau merkantilisme atau realisme ekonomi. Aliran ini memandang ekonomi sebagai subordinate atau instrument ekonomi yang harus tunduk pada tujuan -tujuan politik. Negara merupakan aktor dominan dalam pemikiran ini, yang menentukan arah dari kebijakan atau tindakan-tindakan ekonomi. Aliran ini dipercaya muncul pertama kali sebelum dicetuskannya pemikiran Adam Smith. Semua ahli ekonomi Eropa ketika tahun 1500 sampai 1700an dianggap sebagai kaum merkantilis meskipun pada saat itu istilah merkantilisme belum dikenal. Istilah ini pertama kali dipopulerkan oleh Adam Smith pada tahun 1776 dengan menyebutkan kontribusi merkantilis terhadap ilmu ekonomi dalam the Wealth of Nations. Kolonialisasi merupakan suatu tindakan ekonomi yang ditentukan oleh keputusan politik negara. Bagi kaum merkantilis, perdagangan internasional merupakan aspek penting bagi negara sebagai sebuah alat untuk meningkatkan kekuasaan dan pengaruh terhadap negara lain. Selain itu, perdagangan internasional juga dianggap penting untuk menambah asset dan modal bagi negara itu sendiri. Merkantilisme tertuang dalam peraturan negara dalam bentuk proteksionisme dan politik kolonial demi neraca perdagangan yang menguntungkan.  Pemerintah negara mendukung ekspor dengan insentif dan menghadang import dengan tarif. Kekayaan dan kemakmuran suatu negara diukur dari perbandingan ekspor impornya yang digambarkan dengan jumlah kapital dari logam mulia, mineral berharga dan komoditas lainnya. Seolah-olah ekspor dan impor berada dalam suatu timbangan di mana jika ekspor berlebih meka neraca perdangangan dianggap untung. Dengan adanya keuntungan maka terjadi peningkatan pendapatan negara yang harus dibayar & diimbangi secara tunai dengan emas. Aspek-aspek penting dalam merkantilisme adalah ekonomi (berupaya mendapat emas sebanyak-banyaknya), tariff (pembatasan impor dengan tarif tinggi untuk barang dari negara lain), industri (Menggalakkan industri barang jadi untuk mengingkatkan ekspor), penduduk (Meningkatkan jumlah penduduk agar bisa meningkatkan jumlah output produk industri ).
           



Analisis
Perbedaan yang mencolok dari ketiga perspektif di atas adalah liberalisme yang dimotori oleh Adam Smith dan David Ricardo menghendaki kebebasan sebebas-bebasnya tanpa campur tangan kepentingan politik apapun dari pemerintah karena pasar memiliki mekanismenya sendiri. Perdagangan internasional sangat penting untuk proses tersedianya barang dan jasa yang kompetitif bagi konsumen. Untuk memungkinkan terjadinya perdagangan internasional, kaum liberalis merekomendasikan untuk membuka pasar yang seluas-luasnya agar faktor-faktor produksi dapat berlalu lalang antar negara dan produk yang superior dapat dihasilkan. Aktor-aktornya adalah NGO, MNC, dan pengusaha swasta. Menurut Karl Marx yang memunculkan teori Marxisme nya, alat-alat produksi seharusnya dimiliki oleh kaum proletar (kaum buruh) agar tidak terjadi eksploitasi besar-besaran yang dilakukan oleh kaum kapitalis. Marx mendasarkan idenya ini ketika menjadi advokat buruh pada masa revolusi Eropa dan melihat sendiri kekejaman kapitalisme saat itu. Bahkan Marxisme menginginkan tidak adanya perdagangan internasional, dan jika perlu pemutusan hubungan dengan negara-negara kapitalis. Sedangkan kaum merkantilis atau nasionalis memandang pentingnya perdagangan internasional untuk tujuan memperbanyak asset dan modal yang dimiliki negara karena keyakinan bahwa kekuatan suatu negara ditentukan oleh banyak asset dan modal yang dimiliki. Pemerintah mendukung ekspor dengan insentif dan menghadang import dengan tarif.

Referensi

Ikbar, Yanuar. 2006. Ekonomi Politik Internasional – Konsep & Teori (jilid 1). Bandung: PT. Refika Aditama
Gilpin, Robert.1987.The Political Economy of International Relations. Princeton: Princeton University Press
Robert Gilpin (1991). Three Ideologies of Political Economy. United States : Harper Collins Publishers.
David N. Balaam (2001). Introduction to International Political Economy. New jersey : Prentice Hall.
Mike Kidron (1974). Marxist Political Economy and the Crisis. http://www.isj.org.uk/?id=237 (diakses 21 Maret 2010)

No comments:

Post a Comment