Di jurnal sebelumnya kita membicarakan mengenai bagaimana seseorang mendapatkan give and take ketika sedang bernegosiasi maka jurnal kali ini akan membicarakan mengenai situasi bargaining distributive (dapat pula disebut kompetitif, win-lose, bargaining). Dalam situasi bargaining distributive tujuan dari suatu pihak biasanya mendasar dan konflik langsung dengan tujuan-tujuan pihak lainnya. Sumber daya tetap dan terbatas, dan kedua pihak ingin memaksimalkan share mereka. Sebagai hasilnya, masing-masing pihak akan menggunakan serangkaian strategi dalam memaksimalkan share mereka agar outcome mereka tercapai. Strategi yang paling utama adalah untuk menjaga informasi dengan sebaik-baiknya – suatu pihak memberikan informasi pada pihak lainnya hanya jika ketika hal tersebut akan menghasilkan keuntungan strategis. Sementara itu sangat diharapkan untuk memperoleh informasi dari pihak lain demi mengembangkan kekuatan bernegosiasi. Distributive bargaining pada dasarnya mmerupakan sebuah kompetisi atas siapakah yang paling mampu mendapatkan sumber daya yang terbatas, yang sering diartikan sebagai uang. Mampu tidaknya satu atau dua pihak dalam meraih tujuan mereka akan tergantung pada strategi dan taktik yang mereka gunakan. Dalam sebagian besar strategi dan taktik distributive bargaining adalah apa yang diperbincangkan dalam negosiasi.
Ada beberapa alasan mengapa setiap negosiasi begitu familiar dengan distributive bargaining. Pertama, penegosiasi akan menghadapi semacam situasi interdependen yang distributive dan – untuk bekerja dengan baik terhadap mereka – mereka harus memahami bagaimana cara kerja mereka. Kedua, karena begitu banyak orang yang menggunakan strategi dan taktik distributive bargaining secara ekslusif, semua penegosiasi perlu memahami bagaimana menghadapi efek mereka. Ketiga, setiap situasi negosiasi memiliki potensi dalam penggunaan keahlian distributive bargaining dalam fase claiming value.
Kedua pihak yang bernegosiasi harus menentukan poin awal mereka, target, dan juga resistensi sebelum memulai sebuah negosiasi. Poin awal sering berada dalam pernyataan pembuka yang masing-masing pihak adakan. Poin target biasanya dipelajari atau terpengaruhi tepat ketika negosiasi terproses. Biasanya orang menyerah pada margin diantara poin awal dan poin target tepat ketika mereka melakukan konsesi. Poin resistensi, poin antara ketika seseorang tidak akan melanjutkan dan akan memilih untuk menghentikan negosiasi, tidak diperlihatkan pada pihak lain dan seharusnya dirahasiakan. Rentang antara poin resistensi tersebut disebut dengan bargaining range, settlement range, atau zone of potential agreement. Dalam area ini bargaining yang sebenarnya akan terjadi dan apapun di luar poin ini akan telak ditolak oleh salah satu penegosiasi. Dalam beberapa negosiasi ada dua pilihan fundamental: pertama, mecapai kesepakatan dengan pihak lain dan kedua, tidal melakukan kesepakatan apapun.
Strategi Fundamental
Tujuan utama dalam distributive bargaining adalah untuk memaksimalkan nilai dari kesepakatan tertentu. Mulanya kita harus menemukan poin resistensi pihak lawan, kemudian menekan atau bahkan memanipulasi poin tersebut.
Dalam menemukan poin resistensi pihak lawan, kita harus mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya. Semakin kita mempelajari target, poin resistensi, motivasi, perasaan percaya diri, dan sebagainya dari pihak lawan, semakin mungkin bagi kita untuk melakukan persetujuan yang menguntungkan. Dan di saat yang bersamaan pula kita tidak ingin pihak lain memiliki informasi tentang kita. Masalahnya adalah pihak lawan pun menginginkan hal yang serupa. Oleh karena itu komunikasi seringkali menjadi kompleks.
Kemudian pusat dari strategi dan taktik bagi distributive bargaining terletak pada poin resistensi pihak lawan dan hubungan resistensi tersebut dengan resistensi kita. Poin resistensi ditekankan oleh nilai yang diharapkan dari sebuah outcome tertentu yang sebagai akibatnya, produk berharga dan biaya dari outcome. Berikut propoisisi mayor yang menjelaskan bagaimana faktor-faktor tersebut dapat mempengaruhi proses distributive bargaining:
1. Semakin tinggi perkiraan pihak lawan akan biaya penundaan atau kebuntuan, cenderung semakin kuat poin resistensi lawan.
2. Semakin tinggi perkiraan pihak lawan akan biaya penundaan atau kebuntuan dirinya, cenderung semakin lemah resistensi mereka.
3. Semakin rendah pihak lawan dalam menilai suatu isu, cenderung semakin rendah pula poin resistensi mereka.
4. Semakin pihak lawan yakin bahwa pihak kita menganggap penting sebuah isu, semakin rendah pula kemungkinan resistensi mereka
Tactical task
Berdasarkan strategi fundamental distributive bargaining ada empat tactical task mengenai target, poin resistansi, dan biaya mengakhiri negosiasi untuk sebuah negosiasi dalam sebuah situasi distributive bargaining untuk menentukan: (1) menilai target pihak lain, poin resistansi, dan biaya mengakhiri negosiasi, (2) mengatur pemikiran pihak lain dalam target penegosiasi, poin resistansi, serta biaya mengakhiri negosiasi, (3) memodifikasi persepsi pihak lain ke dalam target, poin resistensi, dan biaya mengakhiri negosiasi kita sendiri, (4) memanipulasi biaya sebenarnya dalam menunda atau mengakhiri negosiasi.
Posisi yang diambil selama bernegosiasi
Saat negosiasi dimulai, penegosiasi akan berhadapan dengan sebuah masalah yang membingungkan. Bagaimana opening yang seharusnya/ apakah peawarannya terlalu rendah atau tinggi bagi penego lainnya ataukah ia akan ditolak begitu saja? Atau semacamnya. Pertanyaan-pertanyaan tersebut menjadi sedikit jelas ketika penego belajar lebih tentangan batasan pihak lawan dan merancang strategi. Meskipun pengetahuan mengenai pihak lawan memberi bantuan bagi penego untuk mengatur penawaran pembuka, ia tidak memberitahu secara tepat apa yang harus dilakukan.
Keputusan kedua yang harus dibuat adalah mengenai perilaku dan sikap selama negosiasi. Apakah akan bersikap kompetitif atau moderat.
Dalam sebuah penawaran awal ada kalanya kita bertemu dengan penawaran kembali, kedua penawaran ini merupakan awal dari bargaining range. Ada kalanya pula mereka tidak melakukan penawaran kembali tetapi memberikan pernyataan bahwa penawaran pihak pertama tidak dapat diterima dan meminta pembuka untuk datang kembali dengan proposal yang lebih beralasan. Peran “pemberian” di sini adalah pusat dari negosiasi. Tanpanya negosiasi tidak akan ada. Orang-orang melakukan negosiasi karena menginginkan “pemberian”.
Kemudian pola dalam konsensi menciptakan informasi yang berharga bagi penego meski tidak selalu mudah untuk diinterpretasikan. Generalisasi ini tetap perlu diukur, bagaimanapun juga, dengan catatan bahwa di akhir-akhir konsensi masih ada ruang gerak tersisa untuk menciptakan penawaran baru.. Dan dalam pada akhirnya para penego akan melakukan penawaran terakhir yang merupakan penawaran final.
Menutup perjanjian
Setelah bernegosiasi dalam beberapa waktu, dan mempelajari kebutuhan pihak lain, posisi, dan mungkin poin resistansinya, tantangan selanjutnya adalah bagaimana menutup sebuah negosiasi. Berikut ada beberapa taktik yang tersedia:
1. Dengan menyediakan aternatif (daripada menciptakan satu penawaran final saja).
2. Assume the Close. Teknik yang memperlakukan pihak lawannya seakan-akan ia telah menerima penawaran.
3. Memilah Perbedaan (menggunakan taktik hard ball). Penego biasanya memberikan ringkasan singkat dari negosiasi.
4. Penawaran Ledakan. Sebuah penawaran yang di dalamnya berisi deadline yang sangat ketat untuk menekan pihak lawan agar setuju dengan sangat cepat.
5. Pemanis. Penego biasanya menawarkan penawaran special di akhir negosiasi agar pihak lawan menyetujuinya.
Taktik hardball
Berikut adalah beberapa tipe taktik ini:
1. Good Cop/Bad Cop. Satu pihak akan menjadi pihak yang kasar dan satu pihak lainnya akan menjadi pihak yang baik. Dan ketika pihak yang kasar itu tidak sedang berada di tempat, pihak yang baik akan menjalankan perannya sebagai pihak yang baik dan mencoba mendapatkan konsensi.
2. Lowball/highball. Penego akan melemparkan pancingan yang sangat rendah atau terlalu tinggi (yang ia yakin tidak akan tercapai) demi merubah penawaran pihak lawan.
3. Bogey. Berpura-pura bahwa masalah yang tidak/ kurang penting bagi mereka adalah isu yang sangat penting.
4. Nibble. Penego menggunakan permintaan “gigitan” untuk sebuah konsesi kecil proporsional.
5. Chicken. Di akhir negosiasi mereka secara diam-diam menjalankan kompromi mereka karena tidak ingin kehilangan muka.
6. Intimidation. Menggunakan alat-alat pemaksa agar pihak lain menyetujui penawaran mereka.
7. Aggressive Behavior. Menggunakan tindakan agresif untuk memperoleh persetujuan.
1. Snow Job. Yakni ketika penego dikalahkan oleh pihak lain yang memiliki begitu banyak informasi sementara ia tidak mengetahui mana yang benar atau penting.
Ada beberapa cara dalam merespon taktik ini: (1) mengabaikan mereka; (2) mendiskusikanya untuk menyatakan bahwa kamu mengetahui taktik mereka; (3) merespon dengan kebaikan; (4) berteman dengan partai tersebut sebelum mereka menggunakan taktik tersebut padamu.
Analisis
Ada beberapa struktur dasar dalam situasi bargaining kompetitif atau distributif dan juga beberapa strategi dan taktik yang digunakan dalam distributive bargaining. Seseorang akan sangat cepat mempelajari poin awal pihak lain dan menemukan poin targetnya langsung melalui interferensi. Biasanya seseorang tidak akan mengetahui poin resistensi pihak lain hingga di akhir negosiasi (mereka seringkali merahasiakannya dengan sangat hati-hati). Semua poin-poin tersebut memang penting, namun poin resistensilah yang paling kritis. Rentang antara area resistensi suatu pihak didefinisikan sebagai bargaining range. Jika bersifat positif, ini mengindikasikan tiap-tiap pihak akan bekerja dalam mendapatkan targetnya sebaik mungkin. Jika sebaliknya, negosiasi yang sukses akan sulit sekali tercapai.
Jarang sekali sebuah negosiasi hanya berisi satu bagian saja, biasanya terdiri dari serangkaian bagian, yang diartikan sebagai bargaining mix. Setiap bagian dalam bargaining mix dapat memiliki poin pembuka, target, an resistensi. Bargaining mix juga menyediakan kemungkinan untuk menjembatani isu bersama-sama, memperdagangkan antarisu, atau menampilkan sikap konsensi mutual.
Memeriksa struktur distributive bargaining akan mengungkapkan banyak opsi untuk sebuah negosiasi dalam meraih resolusi yang sukses. Dengan mempelajari sebanyak-banyaknya hl mengenai pihak lain akan memudahkan untuk meraih final settlement sedekat mungkin dengan poin resistensi pihak lawan. Oleh karenanya dapat dikatakan bahwa distributive bargaining pada dasarnya adalah situasi kompetisi. Dan pada akhirnya, kemampuan dalam melakukan distributive bargainig menjadi sangat penting dalam fase klaim di setiap negosiasi.
Sumber
§ -------. Strategy and Tactics of Distributive Bargaining